Kamis, 27 September 2007

KISAH KAMPUS

INVESTIGASI REPORTING MAJALAH TEMPO
Oleh : DJ YOKI

26 Juni 2007, mahasiswa jurusan jurnalistik Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, berbondong mengunjungi majalah Tempo di Jalan Proklamasi Jakarta Pusat. Lalu lintas Jakarta sudah tidak asing lagi dengan kemacetan. Bis mini kuning milik kampus tercinta, menembus hiruk pikuk kota dengan perlahan. Sang pengemudi terlalu sabar untuk selalu menginjak rem. “Jakarta selalu macet,” ungkap seorang mahasiswa jurnalistik.
Tepat pukul 14.00 WIB kami memasuki redakasi TEMPO, sapaan ramah dari penjaga ruangan membuat kunjungan kali ini terasa nyaman. Para mahasiswa lalu memasuki ruangan rapat yang hawanya terasa dingin. Beda banget dengan kondisi di luar yang banyak menghasilkan tetesan keringat.
Tidak lama, tiga awak redaksi pun menghampiri dan tanpa basa-basi. Kami berdialog. Tampak akrab. Yosep Suprayogi reaktur Investigasi TEPO, Bagya Reporter dan Philipus Pisparera hadir penuh keakraban.
“Investigasi bagi TEMPO sederhana, liputan kami adalah pada kasus-kasus yang disembunyikan oleh pihak-pihak tertentu. Kasus seperti korupsi, kriminal dan kasus lainnya,” jelas Philipus pada kami.
Philipus menggaris bawahi, kasus yang disembunyikan secara sengaja, penting untuk diliput. Karena ada perbedaan tisak semua kasus terbuka. Ada kasus yang sengaja disembunyikan oleh berbagai pihak untuk berbagai kepentingan.
Majalah TEMPO sendiri mengungkap semua hasil peliputan Investigasi yang dipublikasikan berarti telah selesai tugasnya sebagi jurnalis. Dalam artian segala hasil peliputan setelah disusun oleh tm redaksi lalu diterbitkan dalam berbagai edisi mingguan majalah TEMPO. Berarti selesai sudah prose pengyingkapan kasus Investigasi secara lengkap.
Berbeda dengan Ungkapan Zanova, Jurnalis Investigasi asal Guatemala yang memberikan Worksop di TEMPO beberapa waktu lalu. Menurut Philipus, Hasil liputan tim Investigasi Zanova di Guatemala setelah dipublikasikan diwajibkan untuk melakukan advokasi lanjutan setelah peliputan Investigasi dipublikasikan.
Kinerja awak redaksi TEMPO, diistilahkan sebagai peneliti mingguan. Karena setiap liputan yang dilakukan menyerupai apa yang dilakukan dengan para riseter. “sejatinya penelitian, mingguan,” tambah Yosef Suprayogi.
Menurutnya ada sistematika yang harus dilaksanakan, seperti perencanaan yang terdiri dari perumusan masalah, latar belakang, riset, hipotesa masalah hingga akhirnya mencapai sebuah titik akhir dari peliputan, seperti mengungkap data, dikumpulkan serta memilih nara sumber untuk wawancara.
TEMPO, pun dalam menntukan tim peliputan sangat terencana, ini tergambar dari penugasan tim peliputan untuk melakukan penyelidikan bahkan wawancara. Namun semua pelaksanaan liputan akan berhasil jika ada sebuah perhitungan dalam teknik peliputan. Yosef, mengungkap teknik reportase dan peliputan hanya empat puluh persen saja. Namun dibutuhkan enam puluh persen komitmen untuk mendapatkan hasil maksimal dari sebuah peliputan investigasi.
Philipus menjelaskan, bahwa komitmen wartawan di lapangan hingga redaktur harus diutamakan dalam sebuah peliputan penyidikan agar berhasil. Tidak bisa begitu saja sebuah liputan Investigasi berhasil - jika sang redaktur memiliki kepentingan terhadap sebuah kasus yang diselidiki. Sama persis jika waratwan dilapangan juga memiliki kepentingan. Kepentingan yang dimaksud adalah sebuah kasus akan termentahkan dalam penyidikan jika redaktur tidak memasukan unsur-unsur terpenting dalam mengungkap sebuah kasus. Begitupula wartawan yang tidak sungguh-sunguh mengejar nara sumber.
“Tidak ada istilah pemegang saham atau pemilik modal bagi TEMPO, jika berita itu harus diungkap kita tetap akan meberitakannya,” ungkap Bagya. Dia mencontohkan kasus yang menyentuh seorang konglomerat ternama. Tempo tetap memberitakannya. Walau jelas konglomerat itu adalah pemilik modal majalah TEMPO, misalnya.
“Tidak terjadi di TEMPO, pemegang saham tidak mempengaruhi peliputan,” tandas Yosef.
Diskusi semakin seru saja. Rekan-rekan calon jurnalis dari komunikasi UNTIRTA giliran bicara. Berbagai pertanyaan dan pernyataan dilontarkan. “Majalah Tempo, kini banyak menyisipkan advertorial. Ada apa gerangan,” terang mahasiswa berambut keriting ala Papua. Tempo menjawab, “Kini masyarakat kita lebih senang membaca iklan yang menjelaskan, deskriftip. Kecenderungan Advertorial kea arah itu,” tandas Yosef.
Kini Majalah Tempo banyak memuat Advertorial dan profil produk secara gamblang bahkan puluhan lembar satu-satunya majalah Investigasi di Indonesia itu, dipenuhi dengan Profil pembangunan di sebuah kabupaten, misalnya.
Namun Tempo akan selektif pula dalam menerima pemasangan iklan. Jelas iklan atau advertorial dari grup perusahaan Konglomerat ternama yang pernah berurusan dengan Tempo, ditolak mentah-mentah.
Pertanyaan isu lokal dilontarkan penulis. Korupsi di Banten yang kadarnya semakin meninggi, kapan di investigasi ? (berdasarkan berita media lokal di Banten) Philipus dengan enteng menjawab, “Mana laporan dari warga Banten.” Tempo tidak hanya mencari dalam peliputan Investigasi, tetapi menunggu laporan. Di contohkan, banyak LSM yang bergerak bidang korupsi di sebuah daerah yang rawan korupsi. Tempo menerima laporan-laporan untuk kemudian diseleksi dan diselidiki. Melalui reportase investigasi. Philipus pun menegaskan, bahwa sasaran laporan Investigasi Tempo adalah korupsi di Banten. Konon Banten adalah propinsi terkorup nomor dua di Indonesia setelah Banda Aceh.
Perlu diketahui di Banten ada satu-satunya Lembaga Swadaya Masyarakat, bernama Banten Coruption Watch. Dipimpin Teguh Iman Prasetya beliaulah tokoh muda Banten, yang konsisten mengungkap kasus korupsi. Sayang eksistensinya dalam mengurusi kasus korupsi seakan tak bernyawa. Mati suri - bahkan kini tak terdengar lagi hingar bingarnya. Tragis.

Tidak ada komentar: